profil Bondan prakoso

Bondan Prakoso Profile
Bondan Prakoso Profile

Name : Bondan Prakoso
Birth Date : 8 Mei 1984
Age : 25 years
Occupation : Singer, Musician
Career :
* young singer in 1980′s. “Si Lumba-lumba” Almbum
* Funky Kopral band in 1999 upto 2002
* Bondan Prakoso & Fade 2 Black
Education : D3 Sastra Belanda in Universitas Indonesia
Parents : Lili Yulianingsih (Mother), Sisco Batara (Father)
Wife : Margareth (Margie) married 17 Descember 2007
Child : Kara
Active : 1988 – present

Awards:
* AMI Sharp Awards in 2001 for Best Group Alternatif
* AMI Sharp Awards in 2003 for Best Best Rock Collaboration
* AMI Sharp Awards in 2008 for Best Group Rap
* 2006 by MURI awards for the most appearances Bassist in a single stage

Belajar Tuntas Sebagai Upaya Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Sekolah Dasar

.

BAB I

PENDAHULUAN

1. A. LATAR BELAKANG

Kualitas seorang guru dalam pembelajaran bukan hanya terletak pada pendidikan akademis yang telah ditempuh atau gelar yang telah disandang tetapi secara hakiki kualitas seorang guru yang sejati terletak bagaimana terletak bagaimana guru itu dapat membawa siswa – siswanya betul –betul telah belajar.

Pendidikan akademis seorang guru memang sangar erat korelasinya terhadap proses pembelajaran siswa selain pendidikan akademis keberhasilan seorang guru dalam pembelajaran juga sangat ditentukan oleh kemampuan, bakat dan minat guru terhadap mata pelajaran tertentu.Sehingga dalam praktek khususnya dilingkungan jajaran guru-guru SD yang menganut sistem guru kelas, jarang kita temui guru yang berhasil maksimal dalam pembelajaran disemua mata pelajaran. Khususnya pada mata pelajaran matematika seing kita mendengar keluhan dari seorang guru tentang betapa sulitnya mengajar mata pelajaran matematika, kesulitan ini terdengar juga dari kalangan siswa bahwa betapa sulitnya belajar matematika, hal ini tercermin dari rendahnya nilai taraf serap mata pelajaran matematika.

Dalam praktik sehari-hari banyak guru yang mengeluh bahwa baru saja dijelaskan, setelah diberi tugas / ulangan siswa tidak dapat mengerjakan, sedangkan siswa pada umumnya punya image bahwa pelajaran matematika itu sangat sulit dan parahnya siswa semakin membenci dan menjauhi palajaran matematika.

Sikap siswa tersebut diatas sangat tergantung bagaimana seorang guru menggunakan metode dalam menyajikan mata pelajaran matematika.

Jika seorang guru dapat menyajikan pelajaran matematika dengan metode yang mudah dipahami dan adanya tantangan – tantangan terhadap siswa, penulis yakin siswa akan tertarik terhadap mata pelajaran matematika yang pada akhirnya siswa akan giat belajar dan prestasinya akan meningkat.

Sehubungan hal tersebut diatas dapat dirumuskan bahwa inti permasalahan pada pembahasan ini adalah “ Bagaimana proses pembelajaran mata pelajaran matematika dapat berjalan dalam suasana yang menyenangkan, penuh tantangan sehingga siswa benar-benar belajar ? “

1. B. Permasalahan

Bagaimanakan penerapan “ Belajar Tuntas “ dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa Sekolah Dasar pada mata pelajaran matematika.

1. C. Tujuan Penulisan
1. Memberi bahan masukan bagi pengawas sekolah untuk bahan pertimbangan dalam membina sekolah yang menjadi wilayah bainaannya
2. Memberi bahan masukan bagi kepala sekolah, untuk bahan pertimbangan dalam membina sekolahnya sehingga menjadi sekolah yang berkualitas.
3. Memberi bahan masukan bagi guru sebagai referensi dalam mengambil keputusan tentang metode yang digunakan dalam pembelajaran mata pelajaran matematika.
4. Memberi bahan masukan bagi orang tua siswa, sebagai bekal untuk mendampingi anaknya belajar dirumah.

BAB II

PEMBAHASAN MASALAH

1. A. Kemampuan Seorang Guru

Pembelajaran adalah simbol seorang guru, artinya seorang guru harus mengadakan pembelajaran terhadap siswanya, sehingga guru yang tidak mengajar atau tidak mengadakan proses pembelajaran akan kehilangan jabatan fungsionalnya.

Tugas seorang guru dalam pembelajaran hasilnya sangat ditentukan oleh kemampuan seorang guru dalam menjalankan tugasnya guru setidaknya harus memiliki kemampuan dan sikap sebagai berikut :

1. Menguasai Kurikulum

Tanpa penguasaan yang baik terhadap kurikulum yang berlaku guru akan mengalami kesulitan dan kurang terarah dalam penyajian materi terhadap siswa.

1. Menguasai Materi Pelajaran

Guru tidak hanya dituntut untuk menyelesaikan bahan pelajaran yang telah ditetapkan, tetapi guru harus menguasai dan menghayati secara mendalam semua materi yang akan diajarkan.

Dalam menyajikan materi pelajaran guru mempunyai peranan dan tugas sebagai pengelola proses pembelajaran dikelas yang dituntut banyak inisiatif dan penuh kreatifitas. Jadi penguasaan terhadap materi pelajaran mutlak dimiliki oleh seorang guru

1. Menguasai Metode dan Evaluasi Belajar

Kelemahan mendasar yang biasanya terjadi dalam kegiatan pembelajaran justru terletak pada inti kativitas pendidikan itu sendiri yaitu pelaksanaan pembelajaran yang melibatkan guru dan siswa serta interaksinya satu sama lainnya. Interaksi guru dan siswa bukan sekedar interaksi tanpa makna, tetapi harus benar-benar interaksi yang membawa siswa benar-benar belajar.

Dalam kegiatan pembelajaran guru harus benar-benar menguasai metode mengajar selain menguasai berbagai metode, guru juga harus mampu memiliki metode yang tepat sesuai materi peljaran,tingkat kecerdasan siswa, serta lingkungan dan kondisi setempat, kemudian merancang menjadi satu program pengajaran yang baik dan terus diperbaiki dan disempurnakan.

Selanjutnya guru harus mampu mengevaluasi kegiatan belajar siswa baik proses belajar maupun hasil belajar yang hasilnya untuk menentukan tindakan selanjutnya.

1. Setia terhadap Tugas

Kegiatan pembelajaran harus disiapkan dengan matang dan dilaksanakan dengan sepenuh hati. Untuk itu guru harus benar –benar menyatu, menjiwai dan menghayati tugas-tugas keguruannya.

Guru-guru yang sukses dalam tugasnya adalah guru-guru yang mencintai dan setia terhadap tugasnya.

1. Disiplin dalam Arti Luas

Pendidikan adalah suatu proses, bersama proses itu siswa bertumbuh dan berkembang dalam belajar. Pendidik dengan sengaja mempengaruhi arah prose situ sesuai dengan tata nilai yang dianggap baik dan diterima serta berlaku dalam masyarakat. Kuat lemahnya pengaruh itu sangat bergantung pada tata disiplin yang ditetapkan dan dicontohkan oleh guru.

Disiplin bagi seorang guru merupakan bagian penting dari tugas-tugas kependidikannya.

1. B. Hukum Belajar Menurut Thornkdike

Untuk melengkapi acuan kita dalam pembahasan masalah penulis kemukakan tiga hukum belajar menurut Thorndike :

1. Hukum akibat (law of effect)

Hukum belajar ini menerangkan bahwa hubungan antara stimulus dan respons yang telah terjadi akan semakin diperkuat apabila hubungan yang telah terjadi itu diikuti dengan suatu ganjaran.

Sebaliknya hubungan antara stimulus dan respons yang telah terjadi akan semakin diperlemah, apabila hubungan yang terjadi itu diikuti dengan hukuman.

1. Hukum latihan (Law of exercise)

Hukum ini mengandung dua hal yakni : USE dan DISUSE

USE : Artinya hubungan antara stimulus dan respon yang telah terjadi akan semakin kuat apabila hubungan itu semakin diulang atau dilatih.

DISUSE : Artinya hubungan antara stimulus dan respon akan menjadi semakin lemah apabila hubungan itu semakin jarang diulang atau dilatih.

1. Hukum Kesiapan (Law of readiniss)

Hukum ini mengandung 3 pengertian yang dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Siswa siap belajar disuruh/ diberi tugas siswa itu puas

b. Siswa belum siap belajar disuuruh / diberi tuga siswa itu kecewa

c. siswa siap belajar tidak disuruh / tidak diberi tugas siswa itu kecewa

Teori Konstruktivistik memandang belajar sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi

Mengacu pada uraian diatas serta pengalaman penulis menjadi guru penulis mencoba memaparkan sebuah metode pembelajaran mata pelajaran matematika di sekolah dasar.

1. C. Penyusunan Program Pembelajaran

Penyusunan program pembelajaran sudah tidak asing lagi bagi kita, tetapi ada hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian yang serius dari seorang guru antara lain :

1. Sebelum menyusun program guru harus benar-benar telah memahami mata pelajaran matematika mulai dari tujuan, sasaran, serta materi yang terkandung didalam kurikulum

2. Program yang telah tersusun harus selalu dievaluasi dalam pelaksanaannya untuk diinventarisir kelemahan-kelemahannya yang digunakan dasar perbaikan –perbaikan program itu sendiri.

3. Guru harus memahami dan menyadari bahwa program-program pembelajaran : program cawu, penjabaran dan persiapan mengajar harian bukan hanya sekedar pelengkap dan bukti administrasi untuk angka kredit,tetapi lebih dari itu merupakan instrument pembelajaran yang sangat menentukan hasil proses pembelajaran.

1. D. Penyajian Program Pembelajaran

Pada kenyataan sehari-hari dalam pelaksanaan proses pembelajaran dikelas, sulit dipisahkan antara belajar secara klasikal dan individual. Walaupun bentuk pembelajarannya adalah klasikal dalam arti guru memberi pelajaran dan perintah (tugas) kepada seluruh siswa dan siswa duduk secara klasikal. Namun kenyataannya siswa mengerjakan tugas-tugas secara individual. Dalam hal ini guru harus meneliti, memeriksa dan memperhatikan kerja siswanya secara individual juga. Siswa sekolah dasar sangat banyak memerlukan penanganan, perhatian secara individual.

Sejak awal tahun pelajaran guru kelas harus sudah mulai memperhatikan dan mempelajari keadaan,sikap dan tingkah laku siswanya secara individual. Jangan sampai satu tahun pelajaran ada siswa yang tidak pernah ditanya atau diberi tugas oleh guru.

Pembelajaran mata pelajaran matematika ada tiga tahap yakni :

1. Tahap pengenalan dan pemahaman konsep

2. Tahap pengenalan tehnik

3. Tahap penggunaan ketrampilan (skill)

Menurut pengalaman, dan pengamatan penulis dilapangan, pembelajaran mata pelajaran matematika di sekolah dasar seringkali terbatas pada pengenalan konsep dan tehnik sehingga kurang sekali menyentuh pada pembelajaran skill.

Karena didukung rata-rata jumlah murid perkelas disekolah dasar itu berkisar antara 10 s.d 30 siswa, penulis mengajak para guru untuk menerapkan proses pembelajaran matematika yang efektif.

Pembelajaran yang penulis maksud tidak jauh beda dengan pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh para guru.

Perbedaannya terletak pada penekanan :

1. Belajar secara individu

2. Belajar skill

3. Penilaian proses

Proses pembelajaran dapat diilustrasikan sebagai berikut :

Jika guru mengadakan proses pembelajaran bilangan kwadrat, setelah membuka pelajaran (dengan apersepsi perkalian )

Langkah I :

Guru mengenalkan konsep bilangan kwadrat yakni perkalian berulang.

Conroh : 7² = 7 x 7

Langkah II :

Memberi tugas satu soal saja untuk dikerjakan seluruh anak secara individual, dengan ketentuan yang selesai mengerjakan lebih dulu diperiksa kebenarannya oleh guru, siswa yang betul diberi soal baru, siswa yang masih salah dibimbing oleh guru sampai dapat.

Dalam hal ini guru menyiapkan catatan tentang siswanya dalam hal keberhasilannya dalam mengerjakan tugas.

Jika menurut catatan guru lebih sepertiga siswa belum dapat penjelasan dapat diulangi lagi, jika tinggal satu dua siswa yang belum dapat guru langsung dapat memberikan bimbingan secara individual.

Langkah III :

Setelah langkah II dianggap cukup, guru dapat melanjutkan dengan memasuki tahap skill dengan mengenalkan pola bilangan kwadrat, kemudian siswa diberi tugas-> satu soal saja dulu untuk seluruh siswa kemudian siswa yang sudah selesai diperiksa dan dinilai oleh guru. Prestasi siswa ini dicatat siswa dikelompokkan siswa yang sudah selesai dan jawabannya benar diberi soal baru siswa yang belum benar dibimbing secara klasikal atau individu tergantung dari jumlah siswa yang belum benar. Demikian dilakukan berulang-ulang sampai beberapa soal.

Kemudian siswa-siswa yang telah beberapa kali mengerjakan soal dengan benar dikelompokkan kemudian diberi tugas untuk membuat soal sendiri dan ditukarkan dengan temannya.

Guru tinggal membimbing siswa-siswa yang lamban (belum dapat mengerjakan soal dengan benar dan cepat). Menjelang jam pelajaran selesai diberi kesempatan bertanya dan diberi tugas rumah kemudian pembelajaran ditutup.

Demikian sekilas ilustrasi tentang proses pembelajaran mata pelajaran matematika yang menurut pengalaman penulis dapat berjalan dengan menyenangkan penuh tantangan bagi siswa maupun guru, rekreatif dan siswa benar-benar belajar

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari paparan dan uraian pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa :

1. Jabatan guru adalah jabatan professional, yang menuntut konsekuensi dari guru tersebut harus kreatif, Inovatif dan komitmen terhadap tugasnya

2. Pembelajaran mata pelajaran matematika tidak sekedar pengenalan konsep tetapi yang lebih penting adalah ketrampilan penerapan konsep, tehnik, serta pola-pola bilangan pada pemecahan persoalan.

3. Guru yang baik adalah guru yang berhasil dalam pengajaran, dan mampu mempersiapkan dan mengantarkan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Untuk melaksanakan tugas itu, maka setiap guru harus memiliki berbagai kemampuan professional.

4. Tugas professional guru meliputi :

a. Tugas mendidik untuk mengembangkan kepribadian siswa

b. Tugas mengajar untuk mengembangkan kemampuan berfikir siswa

c. Tugas melatih untuk mengembangkan ketrampilan siswa

B. SARAN-SARAN

Untuk teman seprofesi :

1. Pembelajaran mata pelajaran matematika disekolah dasar hendaknya :

a. Merupakan suatu proses yang terus menerus dievaluasikan aspek-aspeknya

b. Melaksanakan dengan pendekatan belajar individual, belajar skill dan diadakan penilaian proses.

2. Selama proses pembelajaran pastikan siswa-siswi saudara telah benar benar belajar

DAFTAR RUJUKAN

Departemen Pendidikan Nasional, 1994. Kurikulum Sekolah Dasar.

Jakarta: Balai Pustaka.

Depdagri, 1996. Pengelolaan Kelas di Sekolah Dasar.

Isron, A. 2000. Pengajaran Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Diktat

Kanwil Depdikbud Jatim, 1993/1994. Bahan Penataran Sistem Pembinaan

Profesional Guru SD. Surabaya.

kasus BULLYING dalam dunia pendidikan

Beberapa minggu belakangan ini media kita (termasuk blog) diramaikan oleh pembahasan seputar insiden yang terjadi di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Dalam insiden tersebut, seorang praja tewas karena dianiaya oleh para seniornya dalam rangka pemberian hukuman –atau dalam istilah mereka sendiri, ‘pembinaan’ atau ‘koreksi’– atas kesalahan yang dilakukan sang praja. Ini bukan yang pertama kalinya; menurut penelitian yang dilakukan oleh seorang dosen IPDN, terdapat lebih dari 30 kasus kematian tak wajar yang dicurigai disebabkan oleh penganiayaan. Kasus-kasus itu terjadi dalam rentang waktu yang panjang, dan diduga telah menjadi tradisi di institut itu.

IPDN tidak sendirian. Beberapa tahun sebelumnya juga sempat ramai diperdebatkan aktivitas ‘perploncoan’ di sebagian universitas yang dianggap menyiksa dan menganiaya mahasiswa baru. Dalam skala yang lebih kecil, hubungan siswa senior-junior yang tidak sehat juga terjadi di sekolah-sekolah menengah. Bullying, adalah kata kunci untuk mendeskripsikan semua gejala itu. Apa sebenarnya bullying? Perbuatan apa saja yang dikategorikan sebagai bullying? Mengapa pelaku melakukan bullying, dan apa dampaknya bagi korban?

Apa itu Bullying?

Ada banyak definisi mengenai bullying, terutama yang terjadi dalam konteks lain (tempat kerja, masyarakat, komunitas virtual). Namun di sini penulis akan membatasi konteksnya dalam school bullying. Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005) mendefinisikan school bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut. Mereka kemudian mengelompokkan perilaku bullying ke dalam 5 kategori:

* Kontak fisik langsung (memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimiliki orang lain)
* Kontak verbal langsung (mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put-downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip)
* Perilaku non-verbal langsung (melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya diertai oleh bullying fisik atau verbal).
* Perilaku non-verbal tidak langsung (mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng).
* Pelecehan seksual (kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal).

Dari beberapa penelitian sebelumnya, juga ditemukan perbedaan umur dan gender yang dapat mempengaruhi perilaku bullying. Pada usia 15 tahun, anak laki-laki ditemukan lebih cenderung mem-bully dengan kontak fisik langsung, sementara anak perempuan lebih cenderung mem-bully dengan perilaku tidak langsung. Namun tidak ditemukan perbedaan dalam kecenderungan melakukan bullying verbal langsung. Pada usia 18 tahun, kecenderungan anak laki-laki mem-bully dengan kontak fisik menurun tajam, dan kecenderungannya untuk menggunakan perilaku verbal langsung dan perilaku tidak langsung meningkat, meskipun anak perempuan masih tetap lebih tinggi kecenderungannya dalam hal ini.

Patut dicatat bahwa ini adalah hasil penelitian di luar negeri yang belum tentu sesuai dengan kondisi pendidikan di Indonesia. Riauskina dkk. menemukan dalam penelitiannya pada 2 SMA di Jakarta bahwa kecenderungan untuk melakukan kontak fisik langsung masih terlihat pada anak laki-laki di usia 18 tahun.

Mengapa Melakukan Bullying?

Seperti yang telah terjadi pada kasus IPDN dan sebagian kasus-kasus lainnya, bullying adalah sebuah siklus, dalam artian pelaku saat ini kemungkinan besar adalah korban dari pelaku bullying sebelumnya. Ketika menjadi korban, mereka membentuk skema kognitif yang salah bahwa bullying bisa ’dibenarkan’ meskipun mereka merasakan dampak negatifnya sebagai korban. Hal ini tampak dalam sebuah potongan wawancara pra-survei:

Tanya: …kalo nanti kalo kalian udah kelas dua gitu, mungkin ga jadi kaya mereka sekarang…?

Jawab: …tergantung si, tergantung ade kelasnya…kalo ade kelasnya nyolot ya gue marahin…

Mengapa seorang korban bisa kemudian menerima, bahkan menyetujui perspektif pelaku yang pernah merugikannya? Salah satu alasannya dapat diurai dari hasil survei: sebagian besar korban enggan menceritakan pengalaman mereka kepada pihak-pihak yang mempunyai kekuatan untuk mengubah cara berpikir mereka dan menghentikan siklus ini, yaitu pihak sekolah dan orangtua. Korban biasanya merahasiakan bullying yang mereka derita karena takut pelaku akan semakin mengintensifkan bullying mereka. Akibatnya, korban bisa semakin menyerap ’falsafah’ bullying yang didapat dari seniornya. Dalam skema kognitif korban yang diteliti oleh Riauskina dkk., korban mempunyai persepsi bahwa pelaku melakukan bullying karena

* Tradisi
* Balas dendam karena dia dulu diperlakukan sama (menurut korban laki-laki)
* Ingin menunjukkan kekuasaan
* Marah karena korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan
* Mendapatkan kepuasan (menurut korban perempuan)
* Iri hati (menurut korban perempuan)

Adapun korban juga mempersepsikan dirinya sendiri menjadi korban bullying karena

* Penampilan menyolok
* Tidak berperilaku dengan sesuai
* Perilaku dianggap tidak sopan
* Tradisi

Apa Dampak dari Bullying?

Salah satu dampak dari bullying yang paling jelas terlihat adalah kesehatan fisik. Beberapa dampak fisik yang biasanya ditimbulkan bullying adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk, bibir pecah-pecah, dan sakit dada. Bahkan dalam kasus-kasus yang ekstrim seperti insiden yang terjadi di IPDN, dampak fisik ini bisa mengakibatkan kematian.

Dampak lain yang kurang terlihat, namun berefek jangka panjang adalah menurunnya kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dan penyesuaian sosial yang buruk. Dari penelitian yang dilakukan Riauskina dkk., ketika mengalami bullying, korban merasakan banyak emosi negatif (marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam) namun tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang emosi-emosi ini dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak berharga.

Kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial juga muncul pada para korban. Mereka ingin pindah ke sekolah lain atau keluar dari sekolah itu, dan kalaupun mereka masih berada di sekolah itu, mereka biasanya terganggu prestasi akademisnya atau sering sengaja tidak masuk sekolah.

Yang paling ekstrim dari dampak psikologis ini adalah kemungkinan untuk timbulnya gangguan psikologis pada korban bullying, seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri, dan gejala-gejala gangguan stres pasca-trauma (post-traumatic stress disorder). Dari 2 SMA yang diteliti Riauskina dkk., hal-hal ini juga dialami korban, seperti merasa hidupnya tertekan, takut bertemu pelaku bullying, bahkan depresi dan berkeinginan untuk bunuh diri dengan menyilet-nyilet tangannya sendiri!

Dari informasi di atas, kita dapat melihat bagaimana perilaku bullying sebenarnya sudah sangat meluas di dunia pendidikan kita tanpa terlalu kita sadari bentuk dan akibatnya. Dalam bagian ke-2, penulis akan menelusuri beberapa sumber lebih jauh lagi untuk melihat karakteristik pelaku bullying, mitos dan fakta tentang bullying, serta bagaimana menghadapi bullying, baik bagi korban, siswa lain yang menonton, maupun bagi pihak sekolah atau orangtua.

Sumber:

Riauskina, I. I., Djuwita, R., dan Soesetio, S. R. (2005). ”Gencet-gencetan” di mata siswa/siswi kelas 1 SMA: Naskah kognitif tentang arti, skenario, dan dampak ”gencet-gencetan”. Jurnal Psikologi Sosial, 12 (01), 1 – 13

CARA MAIN POKER

ini bagi Anda yang ingin tahu cara main Poker di Facebook..
Anda memegang 2 kartu , sementara bandar membagikan 5 kartu,

Nah silahkan cocokkan dengan 2 kartu yang anda pegang dengan 5 kartu yang dibagikan oleh Bandar.

2 kartu yang anda pegang digabungkan dengan 3 kartu? paling cocok/ bagus bandar yang bagikan, jadi anda? memiliki 5 kartu.

urutan kartu terkecil sampai yang terbesar adalah:

2,3,4,5,6,7,8,9,10,J,Q,K,As

dan tiap angka/ huruf beda” nilainya tergantung ama gambar di karunya

Urutan Bunga dari terendah ke tertinggi :
1. Diamond (merah)? —–> paling rendah
2.Keriting (hitam)
3.Love/ Hati (merah)
4. Spade/ Sekop (hitam)——> paling tinggi/bagus

contoh : kartu As Spade menang lawan As Love/keriting/diamond
Nah ini dia? istilah dalam “Texas Hold’Em Poker” dari yg kecil sampai ke yang besar:
- One Pair (ada 1 pasang kartu yg sama/ kembar? misalnya 8 dan 8 atau As dan As)
- Two Pair (ada 2 pasang kartu yg sama misalnya 8-8, 6-6)
- Tris atau three off a kind (ada 3 kartu yg sama ex. 8-8-8)
- Straight (5 kartu berurutan ex. 3-4-5-6-7 atau 10-J-Q-K-As
- Flush (5 kartu bunganya sama ex. hati semua/keriting semua)
- Full House (combinasi Tris ama One Pair. ex. 8-8-8-6-6)
- Four of a Kind (ada 4 kartu yg sama ex. 8-8-8-8)
- Straight Flush (combinasi Straight ama Flash ex. 3-4-5-6-7 tp semuanya hati/keriting)
- Royal Flush (10,J,Q,K,As bunganya sama. Nilai paling tinggi di poker adalah Royal Flush Sekop )
Urutan Bunga dari terendah ke tertinggi :
- Diamond (merah)
- Keriting (hitam)
- Love/ Hati (merah)
- Spade/ Sekop (hitam)

Istilah permainannya :

Fold = Batal ikut (klo kartu km jelek untuk bisa jadi sebaikya anda memilih ini)

Check = Hanya mengecek dan tidak menambah taruhan, tapi ini hanya bisa dilakukan kalau yang lain

tidak menambah taruhan (Kalau anda masih ragu sebaiknya anda memilih ini)

Call = Ikut (Kalau kartu kamu berpeluang jadi sebaiknya anda memilih ini)

Raise = Menambah taruhannya (Klo kartu kamu besar peluangya/sudah jadi sebaiknya anda memilih ini

tapi tetap memperhatikan urutan kartu dari yang kecil sampai yang besar)

Ok silahkan mencoba dan semoga anda beruntung.

kalo masih belum ngerti tanya aja ya

POINT BLANK

Sample



TOTAL PENGGUNA OFFICAL BLOG SMPN2 BABAKAN CIKAO

Promo Hallaman FaceBookk

Tab

Cheat pb

http://wwwareko.blogspot.com/2011/04/cheat-takan-mati-kembail-dengan-3-cheat.html

Movie

http://wwwareko.blogspot.com/2011/04/naruto-live-action-coming-son-to.html

soal ujian

http://wwwareko.blogspot.com/2011/04/download-soal-ujian-nasional-2011.html